Polemik yang terjadi terkait
perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) yang akan diputuskan dua
tahun lagi tepatnya pada 2019 menyebabkan masyarat bingung, alih-alih informasi
yang didapat malah aksi kurang enak dari kalangan pemerintah yang
dipertontonkan.
Secara kasat mata hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh Amerika
masih kuat dan mencengkram terhadap negara kita. lihat saja penandatanganan
kontrak yang masih lama sudah diributkan mulai sekarang sampai berujung pada
tragedi ‘’papa minta saham’’, sebuah video yang melibatkan Novanto dan Maroef Sjamsoeddin (dirut PTFI) serta Pengusaha minyak Indonesia Riza Chalid. Kasus
ini berlalur-larut yang menarik semua mata tertuju untuk ikut andil didalamnya
hingga pokok permasalahan inti terabaikan begitu saja.
Dalam masalah politik praktis kita harus bisa memposisikan diri
untuk berada ditengah tidak ikut terjerumus bermain didalamnya meskipun sebatas
turut condong keranah permainan mereka, bahkan harus terhindar kedalam pusaran
pertikaian elit yang tidak beretika. Peran media yang terus menerus mem- blow up kasus ini
mengidentifikasikan sebuah misi yaitu ingin menutup kasus lain kepada
masyarakat. padahal tujuan dari media sebagai salah satu dari empat pilar
demokrasi harus menyampaikan informasi yang relavan serta bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya bukan malah ikut mengkaburkan fakta yang
terjadi.
Melihat kasus yang melibatkan ketua DPR RI ini cukup menggelitik,
asik untuk terus dicermati. kasus yang menyeret semua elit pemerintah untuk
turut angkat bicara mulai dari Presiden, DPR, Mentri namun yang terjadi adalah
tidak adanya I’tikad baik yang menjurus pada penyelesaian, bahkan terus melambung
tinggi hingga keranah kejaksaan agung ikut bermain didalamnya. Hal ini sudah
menutup hakikat fakta dilapangan sehingga informasi yang tersampaikan kepada
masyarat adalah ketabuan belaka yang disebabkan oleh permainan para elit
politik negara. Tentunya masyarakat kita akan
berpikir terhadap apa yang dilakukan oleh para pimpinan negara, apakah hanya
sibuk untuk memperebutkan kursi pimpinan DPR atau memang sengaja melupakan
urusan masyarakat yang jauh lebih penting dari segalanya.
Sejujurnya kitapun sudah muak
melihat tingkah para elit bangsa ini yang belum usai semenjak pilpres. Selalu
meributkan posisi antar golongan satu dengan yang lain sehingga urusan untuk
memajukan bangsa terlewatkan oleh perebutan hal yang tidak penting!
Dikutip dari penjelasan
kementrian ESDM terkait Kontrak PTFI. kontrak yang akan diperpanjang lagi pada
tahun 2019 menggunakan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bukan dalam bentuk
Kontrak Karya (KK) yakni, pemerintah bereda diatas PTFI selaku pemberi
izin. pemerintah mempunyai hak wewenang lebih dalam masalah kontrak ini. jangan
sampai pemerintah kita salah dalam memposisikan diri, jika posisi pemerintah
sejajar dengan PTFI maka yang terjadi adalah saling tawar menawar dan apabila Indonesia sampai ditekan oleh
PTFI dalam artian berada dibawah ketiak Amerika, maka yang terjadi adalah
pemberian cuma cuma atas kekayaan Indonesia kepada pihak asing akan terus
berlanjut!
Kita tidak mau kasus pengerukan kekayaan oleh pihak asing terus
berlanjut! Harkat martabat bangsa ada ditangan elit pemerintah, apabila gagal
dalam masalah ini entah kekayaan yang mana lagi akan lepas dari bumi tercinta
ini. setidaknya kita mempunyai keberanian untuk tidak memperpanjang kontrak PTFI
terlepas dari ancaman yang akan diterima dikemudian hari. teringat kasus
penembakan Jet SU-24 milik rusia oleh pihak militer Turki lantaran diduka
melintasi batas teritorial udara Turki. Alih- alih pemerintah turki takut,
malah yang terjadi adalah pemimpin meraka dengan bangga enggan untuk meminta
maaf, bahkan dengan gagahnya presiden meraka mengatakan semua bangsa mempunyai
harga diri! kita wajib menjaganya!.- Andaikan para pemimpin kita mempunyai
keberanian seperti mereka tapi, ah.. sudahlah-
Keberanian dan ketegasan dari
kalian yang sangat kita rindukan untuk kedaulatan Negara tercinta ini!
Salam Merdeka !
No comments:
Post a Comment